Idul Adha di Negeri Orang

Serba Serbi  

Menjadi perantauan di negeri orang sekaligus menjadi pemeluk agama minoritas di negeri tersebut, menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Penulis pernah menjadi perantau jenis ini saat menempuh pendidikan S2 di Brisbane, Australia beberapa waktu silam. Hidup sebagai Muslim di ibukota negara bagian Queensland merupakan pengalaman yang seru dan menarik, terlebih saat hari raya tiba.

foro : dok. republika.co.id

Kala itu, dunia maya belum seramai saat ini. Pengumuman dan informasi mengenai pelaksanaan hari raya idul adha diperoleh bukan melalui media sosial tetapi diinformasikan di grup pengajian melalui mailing list group. Informasi lainnya diperoleh dari kabar mulut ke mulut dari sesama orang Indonesia yang tinggal di Brisbane. Selain student, banyak juga orang Indonesia yang tinggal di kota ini sebagai pekerja atau penduduk tetap. Dalam beberapa event keagamaan seperti pengajian bulanan, kami biasanya bertemu. Kegiatan kumpul lainnya adalah olahraga atau acara-acara seperti perayaan 17 agustus.

Kami melaksanakan shalat idul adha di lapangan sekolah islam di Karawatha, suatu kawasan yang agak jauh dari kota Brisbane. Kami berangkat usai subuh bersama-sama dengan sesama student. Suasananya tidak seramai di Indonesia. Tidak ada gemuruh takbir yang membahana sebelum pelaksanaan shalat. Memang digemakan takbir tetapi hanya dalam radius sekitar lokasi shalat saja.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pelaksaan shalat dilakukan secara khidmat. Karena di Australia ini kebanyakan Muslim berasal dari Timur Tengah dan India, maka mahzab yang lebih menonjol bukanlah Imam Syafii seperti di Indonesia tetapi Imam Hambali. Meski ada sedikit perbedaan tetapi kami tetap mengikutinya dengan seksama meskipun usai shalat ada bisik-bisik di kalangan kami, para student dari Indonesia.

Usai shalat, disediakan makan besar oleh panitia. Maksudnya, makan nasi dan lauknya. Jangan pernah membayangkan ada ketupat atau lontong ya. Kami makan nasi briyani, khas Timur Tengah. Panci-panci besar disediakan oleh panitia di meja yang berderet. Ada petugas yang menunggu masing-masing panci tersebut. Isi panci adalah nasi dan lauknya. Tersedia juga air mineral. Kami makan dengan menggunakan piring plastik dan sendok plastik. Ini sangat praktis karena setelah selesai makan kami langsung buang perlengkapan tersebut di tempat sampah yang disediakan.

Kami makan di tempat yang disediakan. Seperti biasa, student dari Indonesia akan berkelompok dan ngobrol ngalor ngidul sambil melepas kangen. Maklum, selama perkuliahan, kami sangat sibuk dengan tugas yang harus dikerjakan. Jadi, saat berkumpul seperti itu merupakan saat yang menyenangkan.

Lalu kapan penyembelihan hewan qurban dilakukan? Nah, ini yang menarik. Kami tidak menemukan satu ekor pun hewan qurban di sekitar kami, saat melaksanakan shalat dan makan usai shalat. Ternyata, hewan qurban tersebut memang tidak disembelih di sana, tetapi dikirimkan ke berbagai negara Muslim yang membutuhkannya seperti ke Bangladesh dan Indonesia. Negara muslim yang banyak penduduk muslim yang masih kekurangan. Jadi, pada hari raya idul adha di Brisbane, selain shalat dan makan, tidak ada lagi kegiatan apapun. Sebagian keluarga mengunjungi festival yang bentuknya seperti bazar dan pasar malam. Kalau tidak, ya kembali ke rumah, melakukan aktivitas seperti biasa. (Arbaiyah Satriani, Dosen Fikom Unisba, menempuh pendidikan S2 jurusan Journalism and Mass Communication di Griffith University Australia pada 2009-2010).

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Calakan artinya cerdas dalam bahasa Sunda. Media Calakan ini diharapkan mencerdaskan para pembacanya khususnya terkait informasi-informasi yang berman

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image